Seorang calon jamaah wanita haji gagal berangkat karena stroke dan secara medis sulit untuk diharapkan kesembuhannya. Sementara suaminya sudah berangkat bersama ibunya tahun ini ? Apakah hajinya dapat dibadaikan? Mohon penjelasan.
Jawab:
Badal haji adalah ibadah haji seseorang yang pelaksanaannya diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Ada dua pendapat terkait dengan badal haji ini.
Pertama, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Ahmad menyatakan, bahwa seseorang yang istitaah sebelum sakit harus dibadalkan hajikan (Abu Muhammad Ibnu Oudamah al-Magdisi, al- Mughni, (Kairo: Hajar al-Thiba’ah, 1998 M), Juz V, hlm. 119.)
Berdasar hadis Rasulullah SAW :
Artinya:
Dan Ibnu Abbas ra dia berkata : Sesungguhnya seorang perempuan dari suku Khasam bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk melaksanakan haji, sedangkan ayahku sudah sangat tua dan tidak mampu naik kendaraan. Apakah saya boleh menghajikan dia?” Rasulullah menjawab: “Ya” (HR. Malik, Syafi’i, dan Bukhari-Muslim).
Kedua, Imam Malik berpendapat, bahwa seseorang tidak dapat dibadalhajikan, karena ibadah haji harus istitaah dengan diri sendiri bukan istitaah dengan perantara orang lain (Abu Muhammad Ibnu Oudamah al-Magdisi, al-Mughni, (Kairo: Hajar al-Thiba’ah, 1998 M), Juz V, him. 120).
Dengan mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Ahmad maka jamaah wanita tersebut dapat dibadalhajikan.
Prinsip yang harus dipenuhi dalam badal haji adalah harus terpenuhinya unsur ma’dhub (sakit berat) dan adanya isti’dzan (izin) dari orang yang sakit untuk dibadalkan hajinya.
Sumber : Konsultasi Manasik Haji dan Umrah, Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah 1441 H / 2020 M