Seorang jamaah haji yang melaksanakan haji ifrad, demi menjaga kesucian ihramya, jamaah ini memakai celana dalam karena kalau tidur mengeluarkan sesuatu tanpa disadari sehingga ihramnya najis. Bagaimana hukumnya ?
Jawab :
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama” bahwa diantara larangan ihram bagi laki-laki adalah memakai pakaian berjahit atau membentuk bentuk tubuhnya seperti baju, celana termasuk celana dalam. (Lihat, Sa’id Bin Abdul Oadir Basyanfar, al-Mughni fi Figh al-Hajj wa alUmrah, cet. 12, (Dar Ibn Hazm, 2012) hlm. 123).
Jemaah pria ketika sedang ihram dilarang memakai pakaian yang membentuk anggota tubuh. Ini yang dimaksud dengan pakaian yang berjahit, termasuk dilarang memakai celana dalam. Bukan semua pakaian yang ada jahitan. Misalnya kain ihram yang lubang kemudian ditambal dan ada jahitan tambalan, itu tidak termasuk yang dilarang. (Abdul Hakim bin Amir Abdat, Sifat Haji Nabi, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Jakarta 2013, hlm. 81-82).
Kebolehan untuk mengenakan pakain berjahit hanya dalam kondisi dharurat. Misalnya, tidak memiliki pakaian lain selain pakaian yang berjahit, maka diperbolehkan memakainya, meskipun para ulama’ berbeda pendapat terhadap status hukumnya. Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad membolehkan dan tanpa fidyah, namun menurut Abu Hanifah tetap dikenakan fidyah. (Lihat, Sa’id Bin Abdul Oadir Basyanfar, al- Mughni fi Figh al-Hajj wa alUmrah, cet. 12, [Dar Ibn Hazm, 2012]) hlm. 125).
Selain itu, kebolehan menggunakan pakaian berjahit karena ada udzur misalnya karena beser, wazir, hernia atau sakit lain yang mengharuskan memakai celana dalam. Untuk alasan darurat ini, jamaah tidak dikenakan dam. (Buku Panduan Konsultan, Kementerian Agama RI, 2019, him. 117)
Sumber : Konsultasi Manasik Haji dan Umrah, Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah 1441 H / 2020 M